BLOG IGO BERITA KINI PINDAH KE WAVIE-NEWS.TK

Thursday, March 19, 2015

ISIS vs KORUPTOR

ISIS vs KORUPTOR

vs

ISIS vs KORUPTOR


Andaikan keseriusan pemerintah sama besarnya ...!!!


http://news.detik.com/read/2015/03/1...g-isis?9922022

Jakarta - Sebanyak 16 WNI ditahan pihak keamanan Turki saat hendak menyeberang ke Suriah, diduga hendak bergabung dengan kelompok militan ISIS. Menkopolhukam Tedjo Edhy Purdijatno mengatakan pemerintah tengah mengkaji opsi pencabutan kewarganegaraan jika bergabung dengan ISIS.

"Tidak otomatis (hilang WNI-nya), karena belum ada aturannya. Nanti kalau aturannya sudah dibuat, kita ikuti aturannya. Tapi yang cepat adalah dalam bentuk Perppu," kata Menteri Tedjo di Istana Negara, Jakarta Pusat, Kamis (19/3/2015).

Tedjo menjelaskan, pemerintah Turki berencana untuk mendeportasi 16 WNI yang ditahan tersebut. Namun 16 WNI tersebut tak mau dipulangkan. Pemerintah RI pun tak kuasa memaksa mereka untuk pulang.

"Begini, pemerintah Turki akan mendeportasi, tapi yang bersangkutan nggak mau kembali ke RI, apa mau kita paksa? Kan itu hak mereka juga. Ada suaminya orang sana, ada orang tuanya yang bawa anak-anaknya ke sana," jelas Tedjo.

Tedjo juga menjelaskan, 16 WNI tersebut hendak ke Suriah karena terkait keyakinan. Banyak juga dari mereka yang hendak menyusul anggota keluarganya di sana. Pemerintah pun saat ini tengah mencari cara untuk memulangkan 16 WNI tersebut.

"Nanti kita terus bagaimana status kewarganegaraan dikaitkan dengan ISIS. Tapi yang ke Suriah nggak semuanya bergabung dengan ISIS, ada yang bekerja juga, jadi kita pilah-pilah. Motifnya ada dua, soal keyakinan, dan ada yang ekonomi," jelas Tedjo.

Lalu, bagaimana jika WNI yang belum dicabut kewarganegaraannya, kemudian bergabung dengan ISIS, lalu sewaktu-waktu kembali ke Indonesia? "Kalau mereka sudah bergabung di sana, status WNI-nya dicabut, kan harus bawa paspor ke sini," jawab Tedjo.

Saat koruptor melenggang bebas di dalam selimut kekuasaan ..!!!

http://nasional.republika.co.id/beri...tu-urusan-saya



REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham), Yasonna Laoly bersikukuh akan merevisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99 Tahun 2012 terkait Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan. Sebab, persoalan remisi bagi narapidana bukan wewenang KPK ataupun kejaksaan.

"Setelah putusan pengadilan itu urusan saya. Coba lihat UU KPK, ada enggak disebutkan bahwa KPK menentukan remisi? No! Jaksa juga No! Di sini kewenangan kami Kemenkumham," katanya di kantor Kemenkumham, Selasa (17/3), malam.

Yasonna mengatakan, lembaga penegak hukum punya ranah masing-masing untuk menjalankan tugasnya. Polisi diberi kewenangan penyidikan, kejaksaan punya tugas penuntutan, dan KPK memiliki wewenang keduanya. Dan semuanya, kata dia, tugasnya itu berakhir setelah hakim memvonis terdakwa di pengadilan.

Dia mengaku sepakat jika terdakwa korupsi harus dihukum berat. Namun, hal itu bisa dilakukan ketika mengadili terdakwa saat persidangan. Itulah, kata Yasonna, yang bisa dilakukan baik kejaksaan maupun KPK untuk menuntut lebih tinggi hukuman terhadap terdakwa di pengadilan.

"Kenapa enggak di situ saja. Hai, loe enggak kooperatif, loe enggak whistle blower. Kalau normalnya tuntutan 5 tahun, gua tuntut loe jadi 9 tahun. Di situ kewenangan dia (KPK dan kejaksaan)," ujarnya.


http://nasional.kompas.com/read/2015....Diskriminatif
JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly tidak sepakat dengan Peraturan Pemerintah nomor 99 tahun 2012 tentang pembatasan pemberian remisi dan pembebasan bersyarat bagi tindak pidana kejahatan luar biasa.

Menurut Yasonna, seburuk-buruknya napi kasus korupsi, mereka tetap harus diberikan haknya untuk mendapat keringanan hukuman seperti narapidana kasus lain.

"Ini menjadi sangat diskriminatif ada orang yang diberikan remisi, ada yang ditahan. Padahal prinsip dasar pemberian remisi pada Undang-undang nomor 12 tahun 1995 itu hak. Jadi napi punya hak remisi, punya hak pembebasan bersyarat, punya hak pendidikan untuk mendapat pelayanan. Hak itu ada," kata Yasonna di Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (13/3/2015).

PP yang ada itu, sebut dia, justru menimbulkan diskriminasi dan bertentangan dengan undang-undang. Politisi PDI Perjuangan ini kemudian mencontohkan pelaku teror yang harus mendapat persetujuan dari Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) apabila ingin mendapat remisi.

Demikian juga terpidana korupsi dan narkoba yang harus mendapat pertimbangan dari penegak hukum. Syaratnya harus menjadi whistleblower.

Menurut Yasonna, saat seseorang sudah menjalani hukuman pidana, maka itu menjadi kewenangan Kementerian Hukum dan HAM. Konsep penahanan yang dilakukan kementeriannya, kata Yasonna, adalah melakukan pembinaan, bukan pembalasan.

"Jadi kalau sekarang orang sudah ditahan dan memperbaiki (diri) tidak ada gunanya apa-apa, kan diskriminatif," imbuh dia.

Karena itu, Yasonna mengaku berusaha mengundang berbagai pihal untuk mengkaji kembali keberadaan PP 99/2012 itu. (baca: Wapres Nilai Pernyataan Menkumham soal Remisi Koruptor Belum Dibahas)

Yasonna berpandangan, hal yang bisa dilakukan saat ini adalah mengembalikan keputusan ke pengadilan. Apabila memang ingin memperberat hukuman pelaku terorisme, korupsi, atau pun narkoba, sebaiknya diputuskan oleh majelis hakim.

"Saya katakan kalau mereka memang mau diberatkan, beratkan pada hukuman, dia tidak whistleblower misalnya. Misalnya ada napi koruptor tak mau berkooperatif itu jadi alasan memperberat hukuman. Hukuman badannya tetap jalan, tetapi jangan hilangkan hak dia sebagai napi," ucap Yasonna.



Link: http://adf.ly/1AUA4C
FFFFFF

Blog Archive