BLOG IGO BERITA KINI PINDAH KE WAVIE-NEWS.TK

Wednesday, April 8, 2015

352 Hari Drama Pajak BCA di KPK

352 Hari Drama Pajak BCA di KPK

Sudah hampir setahun KPK menangani kasus pajak BCA, dalam kasus ini nama eks Dirjen Pajak Hadi Poernomo telah KPK tetapkan sebagai tersangka sejak April tahun lalu, dengan kata lain, tinggal menghitung hari, kasus ini akan genap berumur satu tahun. Anehnya, perkembangan yang berhasil dicatatkan di kasus ini hanya sebatas janji pengusutan yang berkembang dari KPK, namun janji-janji tersebut tidak sekalipun terealisisasi hingga saat ini. Hadi sendiri yang sudah ditetapkan tersangka sampai saat ini masih bebas.

Pangkal perkara ini dimulai pada tahun 2002, saat itu lembaga yang Hadi Poernomo pimpin tengah memeriksa laporan pajak Bank BCA tahun 1999. Pada laporan tersebut disebutkan bahwa Bank BCA membukukan laba fiscal sebesar Rp 174 miliar. Namun Direktorat Jenderal Pajak menemukan temuan lain, keuntungan laba fiskal BCA pada 1999 mencapai Rp 6,78 triliun. Pembengkakan laba fiskal ini bersumber dari transaksi pengalihan aset kredit bermasalah (non-performing loan/NPL) Bank BCA ke Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) sebesar Rp 5,7 triliun. Penghapusan utang bermasalah Rp 5,7 triliun itu dianggap sebagai pemasukan bagi BCA.

Jika menurut penjelasan pihak Bank BCA, angka Rp 5,7 triliun itu adalah transaksi jual beli piutang BCA terhadap BPPN yang dikonversi menjadi saham BCA. Sebagai penerima Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), BCA memiliki utang kepada negara. Di bawah pengelolaan BPPN, BCA membayar utangnya itu dengan saham. Dengan kata lain, bagi BCA angka Rp 5,7 triliun bukan non performing loan(NPL), sedangkan sebaliknya, bagi Ditjen Pajak, angka Rp 5,7 triliun itu adalah bentuk penghapusan utang, sehingga tetap dikenakan pajak sebesar Rp 375 miliar. Bagi Ditjen pajak, penghapusan utang tetap dikenakan pajak.

Oleh sebab itu pada 12 Juli 2003, BCA mengajukan keberatan ke Direktorat Pajak Penghasilan (PPH) atas pengenaan pajak sebesar Rp 375 miliar pada NPL (Non Performing Loan/kredit macet) sebesar Rp 5,7 triliun.

Oleh PPH, surat permohonan keberatan pajak dikaji selama kurang lebih satu tahun, 1 tahun kemudian, tepatnya pada 13 Maret 2004, Direktur PPh memberikan surat pengantar risalah keberatan ke Direktorat Jenderal Pajak yang berisi hasil telaah pengajuan keberatan pajak BCA itu. Adapun hasil telaah itu berupa kesimpulan bahwa permohonan wajib pajak BCA ditolak.

Namun anehnya oleh Direktorat Jenderal Pajak, risalah hasil telaah Direktur PPh tidak diindahkan Hadi selaku Dirjen Pajak saat itu. Sehari sebelum jatuh tempo kepada BCA pada 15 Juli 2004, Hadi selaku Dirjen Pajak memerintahkan kepada Direktur PPh dalam nota dinas untuk mengubah kesimpulan, yakni agar menerima seluruh keberatan wajib pajak BCA.

Selaku Dirjen Pajak, Hadi mengabaikan adanya fakta materi keberatan wajib pajak yang sama antara BCA dan bank-bank lain. Selain BCA, juga ada bank lain yang punya permasalahan sama namun ditolak oleh Dirjen Pajak. Akan tetapi dalam permasalahan BCA, keberatannya diterima. Dengan keputusan Hadi, BCA diuntungkan Karena tidak perlu membayarkan pajaknya, namun Negara dirugikan.

Oleh sebab itu, KPK kerap kali didesak untuk segera menuntaskan penyidikan kasus pajak BCA terhadap Hadi, sebab dalam kasus ini Hadi diduga telah menerima suatu bentuk gratifikasi dari petinggi BCA berupa jatah saham di salah satu perusahaan kongsiannya dengan salah satu komisaris BCA atas jasanya memuluskan permohonan keberatan pajak Bank BCA.

Referensi :
1. http://finance.detik.com/read/2007/0...saian-blbi-bca
2. http://news.liputan6.com/read/203993...sangka-korupsi
3. http://www.rmol.co/read/2014/10/18/1...-Dirjen-Pajak-


Link: http://adf.ly/1E0jK5
FFFFFF

Blog Archive