BLOG IGO BERITA KINI PINDAH KE WAVIE-NEWS.TK

Sunday, January 25, 2015

KPK Arogan, Bergaya Preman, dan Kekanak-kanakan

KPK Arogan, Bergaya Preman, dan Kekanak-kanakan

Indonesia Police Watch menyesalkan dua komisioner KPK, Adnan Pandu Praja dan Zulkarnain mengintervensi penyidik Polri yang sedang memeriksa Bambang Widjojanto (BW). Intervensi yang meniru gaya preman ini akan menjadi preseden buruk bagi penegakan hukum dan profesionalisme penyidik.

Demikian diungkapkan Ketua Presidium Indonesia Police Watch Neta S Pane, Minggu 25 Januari 2015. Dampak dari gaya preman tersebut, menurut Neta, kasus ini akan menjadi yurisprudensi. Yakni jika kelak ada pejabat negara yang diperiksa KPK dalam kasus korupsi dan atasannya datang ke KPK memberikan jaminan, untuk menjemput serta meminta pejabat itu tidak ditahan, KPK harus membebaskannya.

"Artinya, kedua komisioner KPK itu sudah memberi contoh buruk dalam penegakan hukum di negeri ini," tandasnya.

Dia menjelaskan KPK semestinya tetap mengedepankan jalur hukum.

"Indonesia Police Watch (IPW) mengecam, sikap komisioner KPK yang lebih mengedepankan cara-cara preman, arogansi dan tidak patuh hukum dalam menyikapi kasus yang mendera BW. Seharusnya, kedua komisioner itu, dalam membela kawan sejawatnya tetap dalam koridor hukum, yakni melakukan prapradilan," katanya.

Dalam koridor hukum, lanjut Neta, aspek pertemanan seharusnya dipinggirkan.

"Jangan bergaya preman yang mengedepankan arogansi dan intervensi. Mentang-mentang kawannya ditangkap, penyidik Polri diintervensi dengan cara dijemput dan diberi jaminan. Apakah jika ada kawan atau atasan koruptor yang meniru gaya preman kedua komisioner tersebut, KPK kemudian akan membebaskan koruptor yang sedang ditanganinya? Jika tidak membebaskannya, dimana KPK meletakkan keadilan? Apakah keadilan hanya milik komisioner KPK?," tegas dia.

Neta juga melontarkan kritik kepada Wakapolri Komjen Badrodin Haiti.

"Ironisnya, intervensi cara-cara preman komisioner KPK itu diamini Plt Kapolri Badroeddin Haiti, yang kemudian juga ikut mengintervensi independensi penyidik Polri dan mendesak agar penyidik Polri membebaskan BW. Seharusnya Plt Kapolri memberi pendidikan hukum kepada kedua komisioner KPK itu, dengan cara meminta mereka melakukan prapradilan dan bukan serta merta membebaskan BW," katanya.

Sebaliknya, agar tidak terkesan tebang pilih, Neta menuntut KPK untuk segera menetapkan Wakapolri sebagai tersangka.

"Apakah sikap Plt Kapolri ini karena takut dengan KPK, mengingat Plt Kapolri juga punya kasus rekening gendut yang hingga kini belum diperiksa KPK. Dari kasus ini terlihat jelas Abraham Samad cs hanya menjadikan Budi Gunawan sebagai target, sementara jenderal jenderal lain yang memiliki rekening gendut tidak akan pernah disentuh KPK," katanya.

Untuk itu, tambah dia, jika KPK memang serius menangani kasus rekening gendut, para perwira Polri lain yang memiliki rekening gendut harus diperiksa, termasuk Plt Kapolri Komjen Badroeddin Haiti harus segera dijadikan tersangka oleh KPK.

----------


Dilain tempat, Menko Polhukam Tedjo Edhy Purdjianto mengeluarkan pernyataan sedikit nyelekit untuk KPK. Dia menyebut, Abraham Samad Cs kekanak-kananan karena mengerahkan massa dan mengajak masyarakat dalam menghadapi masalah antara KPK dan Polri. Pernyataan ini kontan membuat Tedjo dihujani kritik.

Kemarin siang, Tedjo dipanggil Presiden Jokowi ke Istana untuk membahas gesekan yang terjadi antara KPK dan Polri. Selain Tedjo, Jokowi juga memanggil Wakapolri Komjen Badrodin Haiti, Menhumham Yasonna H Laoly, dan Jaksa Agung HM Prasetyo. Pembicaraan nampaknya serius. Menjelang sore, mereka baru meninggalkan Istana.

Kepada wartawan, Tedjo mengaku sangat kecewa karena kemarin malam masih ada gerakan massa di KPK. Padahal, pada pertemuan antara Presiden, KPK, dan Polri di Istana Bogor sudah ditegaskan, semua harus menjernihkan suasana. Di pertemuan itu KPK sudah komitmen untuk menjalankan perintah ini.

"Tapi kelihatannya tidak ditaati. Nyatanya, tadi malam (kemarin malam, red) masih ada kejadian seperti itu," ucapnya.

Dalam hasil pertemuan di Istana Bogor, lanjutnya, disepakati baik KPK maupun Polri tidak saling mengeluarkan pernyataan yang menyudutkan. Apalagi pernyataan yang membakar massa. pernyataan yang dikeluarkan harus mendinginkan dan menenangkan. Menurutnya, sikap yang mengajak rakyat untuk ikut masuk dalam masalah ini adalah sikap kekanak-kanakan.

"Itu suatu pernyataan sikap yang kekanak-kanakan. Berdiri sendirilah, (akan) kuat dia (KPK). Dia akan didukung, konstitusi mendukung, bukan dukungan rakyat yang nggak jelas itu," cetusnya.

Tedjo menyatakan, sebagai penanggungjawab keamanan, dirinya sangat penyayangkan ucapan Ketua KPK Abraham yang meminta massa tetap bertahap di Gedung KPK.

"Harusnya itu tidak terjadi. Boleh (mengeluarkan pernyataan) asal tertutup. Silakan. Jangan semua di depan media tersebar luas. Tidak baik, kekanak-kanakan," cetusnya.

Tedjo memastikan, pemerintah juga sangat peduli dengan KPK. Namun, pemerintah tidak mau menganakemaskan salah satu lembaga. Yang diinginkan Presiden Jokowi adalah menyelamatkan KPK juga menyelamatkan Polri.

"Dua-duanya harus kita selamatkan. Karena seharusnya KPK, Polri, dan Kejagung jadi satu kesatuan yang kuat untuk menangani segala sesuatu masalah hukum," ucapnya.

Eks ketua MK Jimly Asshiddiqie agak sedikit menyesalkan pernyataan Tedjo. Menurut Jimly, massa yang datang ke KPK tidak diundang. Mereka datang dari berbagai daerah dengan suka rela, tanpa ada yang menggerakkan dan membiayai.

"Mereka datang sendiri. Ada yang dari Yogya dan Sumatera. Saya terharu melihat semangat mereka. Saya sendiri kalau nggak demam ingin datang. Tapi saya masih sakit," tuturnya.

Namun Jimly tidak mau terlalu mempermasalahkan ucapan Tedjo. Dia berpandangan, mungkin saja Tedjo melihat dari sisi lain.

"Sudahlah, tak perlu kita panasin lagi. Toh BW sekarang sudah keluar. Tugas kita semua sekarang untuk meredakan ketegangan yang ada," tuturnya.

Jimly mengimbau semua pihak, baik pemerintah, KPK, Polri, para akademisi, dan masyarakat untuk lebih menahan diri. Jangan larut dalam emosi.

"Kalau larut dalam emosi, jadi tidak rasional. Tidak keadilan yang dicapai, tidak ada kebenaran yang diraih dalam keadaan emosional," imbuhnya.

Pakar hukum Universitas Padjadjaran Indra Perwira menyarankan Tedjo untuk lebih hati-hati berkomentar. Sebagai pejabat publik, ucapan Tedjo harusnya lebih lunak.

"Jangan mengeluarkan pernyataan yang memperkeruh pada suasana yang sedang keruh," ucapnya.

Indra mengingatkan bahwa pemberantasan korupsi bukan hanya urusan KPK, tapi semangat semua komponen bangsa. Nah, KPK saat ini dianggap sebagai simbol dalam pemberantasan korupsi. Jadi, saat KPK agak terancam, semua komponen turun untuk membela.

"Jadi, Pak Menko jangan terlalu cepat menuding ada penggerahan. Mereka datang sendiri ke KPK. Kita prihatin dengan cara beliau yang terlalu cepat memvonis," cetusnya.

Mantan menteri penerangan Letjen (Purn) Yunus Yosfiah menyebut ucapan Tedjo salah.

"Itu keliru KPK (sebut) membakar rakyat. Peristiwa itu sendiri (penangkapan Bambang Widjojanto) yang menimbulkan simpatik pada masyarakat. Tulis besar-besar!" ucapnya.

Yunus sendiri ikut datang ke KPK untuk memberi dukungan.

"Saya katakan saya datang sebagai pejuang yang gemes negara diurus tidak benar. Jangan sampai masalah di negeri ini, lawyer saja yang peduli, aktivis peduli," ucapnya.

Ucap Tedjo tadi jelas blunder. Ucapan seperti ini bisa berdampak pada wibawa Presiden Jokowi.

"Kewibawaan Presiden bisa berkurang, lemah," ucap Direktur Advokasi Pukat UGM Oce Madril.

Dalam pengamatan Oce, Tedjo sudah beberapa kali mengeluarkan ucapan blunder. Sayangnya, Jokowi tidak pernah terdengar menegurnya.

"Jokowi tidak bisa menegur. Saat ini serba semrawut, tidak ada arahan satu otoritas. Itu semua karena semua bisa ngomong. Menteri Tedjo merasa punya kuasa bicara," tandasnya.

Sumber 

KPK Arogan, Bergaya Preman, dan Kekanak-kanakan

Link: http://adf.ly/wdUDW
FFFFFF

Blog Archive