BLOG IGO BERITA KINI PINDAH KE WAVIE-NEWS.TK

Thursday, January 22, 2015

(ASK) GAN MINTA PENDAPAT RUU OTSUS PLUS PAPUA, SETUJU ATAU TIDAK ?

ASSALAMUALAIKUM GAN

Biasanya ane bikin trit di forum FJB, buat sekarang mau agak serius karena ane lagi ada tugas dari dosen buat bahas Daerah Papua dan Konstitusi khususnya a.k.a UU Otonomi Khusus Papua melalui Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 (Lembaran Negara Tahun 2001 No. 135 dan Tambahan Lembaran Negara No. 4151) yang telah diubah dengan Perpu No. 1 Tahun 2008 (LN Tahun 2008 No. 57 dan TLN No. 4843). UU 21/2001 yang terdiri dari 79 pasal ini mengatur kewenangan-kewenangan Provinsi Papua dalam menjalankan Otonomi Khusus

GAN MINTA PENDAPAT RUU OTSUS PLUS PAPUA, SETUJU ATAU TIDAK ?

[ Provinsi Papua ]
Asal usul nama
Perkembangan asal usul nama pulau Papua memiliki perjalanan yang panjang seiring dengan sejarah interaksi antara bangsa-bangsa asing dengan masyarakat Papua, termasuk pula dengan bahasa-bahasa lokal dalam memaknai nama Papua.

Provinsi Papua dulu mencakup seluruh wilayah Papua bagian barat. Pada masa pemerintahan kolonial Hindia-Belanda, wilayah ini dikenal sebagai Nugini Belanda (Nederlands Nieuw-Guinea atau Dutch New Guinea). Setelah berada bergabung dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia, wilayah ini dikenal sebagai Provinsi Irian Barat sejak tahun 1969 hingga 1973. Namanya kemudian diganti menjadi Irian Jaya oleh Soeharto pada saat meresmikan tambang tembaga dan emas Freeport, nama yang tetap digunakan secara resmi hingga tahun 2002.

UU No. 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua mengamanatkan nama provinsi ini untuk diganti menjadi Papua. Pada tahun 2003, disertai oleh berbagai protes (penggabungan Papua Tengah dan Papua Timur), Papua dibagi menjadi dua provinsi oleh pemerintah Indonesia; bagian timur tetap memakai nama Papua sedangkan bagian baratnya menjadi Provinsi Irian Jaya Barat (setahun kemudian menjadi Papua Barat). Bagian timur inilah yang menjadi wilayah Provinsi Papua pada saat ini.

Nama Papua Barat (West Papua) masih sering digunakan oleh Organisasi Papua Merdeka (OPM), suatu gerakan separatis yang ingin memisahkan diri dari Indonesia dan membentuk negara sendiri.

Sumber Wikipedia [/SPOILER]

= Maksud dari Otonomi Khusus Plus Papua ]
Menurut Velix Wanggai, Staf Khusus Presiden Bidang Pembangunan Daerah dan Otonomi Daerah, ada 3 pendekatan yang digunakan untuk mendesain Otsus Plus Papua ini, yang Pertama adalah Pemerintah akan melanjutkan aspek-aspek strategis yang telah diletakan dalam UU 21/2001. Kedua, mengubah, menyesuaikan dan melengkapi poin-poin strategis yang ada dalam UU 21/2001. Ketiga, Pemerintah memasukkan poin-poin strategis yang benar-benar baru, yang sebelumnya tidak diatur di dalam UU 21/2001. Selain itu, Velik juga menjelaskan bahwa , ada 5 kerangka utama yang ditekankan dalam RUU Otsus Plus Papua ini.


Pertama, kerangka kewenangan. Pemerintah ingin memperkuat Pemerintahan Papua dan Papua Barat dengan kewenangan dan urusan yang lebih luas.
Kedua, kerangka kebijakan pembangunan strategis. RUU ini memuat 25 kebijakan strategis pembangunan. Hal ini berbeda dengan UU 21/2001 yang hanya mencakup 9 sektor pembangunan.
Ketiga, kerangka keuangan daerah. Melalui RUU ini, Pemerintah ingin memperkuat dan memperluas kebijakan desentralisasi fiskal yang bersifat asimetris (asymmetrical fiscal decentralization). Pemerintah mengusulkan perubahan formula Dana Otonomi Khusus dan Dana Bagi Hasil, serta perluasan pemanfataan Dana Otsus yang dulu hanya pendidikan dan kesehatan, namun diperluas ke sejumlah sektor-sektor prioritas sesuai kebutuhan daerah. Demikian pula, diatur pola divestasi saham, kontrak kerjasama, penyertaan modal, maupun dana tanggungjawab sosial dunia usaha.
Keempat, kerangka kelembagaan pemerintahan. Revisi UU Otsus Papua ini ingin memperkuat otonomi khusus di level provinsi, dan juga menguatkan peran dan kewenangan Gubernur, Majelis Rakyat Papua, Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP), hubungan kewenangan Provinsi – Kabupaten/Kota, distrik, dan kampung. Di dalam RUU ini, Pemerintah mengajukan hanya ada 1 MRP yang kedudukannya di Jayapura, sebagai lembaga representasi kultural di seluruh Tanah Papua, tanpa dibatasi administrasi provinsi.
Kelima, kerangka politik dan hukum yang rekonsiliatif. Pemerintah ingin RUU ini hadir sebagai sarana penguatan re-integrasi dan rekonsiliasi sosial politik dalam negara kesatuan. Salah satu ide baru yang diusulkan yakni dibentuknya partai politik lokal bagi orang asli Papua.

Melihat dari hal-hal yang dipaparkan oleh Velix Wanggai, secara kasat mata akan terlihat bahwa RUU Otsus Plus ini akan menjadi kendaraan potensial rakyat Papua menuju kesejahteraan dan terpenuhinya hak-hak ulayat rakyat Papua[/SPOILER]

[SPOILER= Pro Otsus Plus Papua]
Jayapura, MAJALAH SELANGKAH -- Tampaknya, kesabaran Gubernur Provinsi Papua, Lukas Enembe berurusan dengan Undang-Undang (UU) Otonomi Khusus Plus mulai pelan-pelan berakhir.

Pasalnya, Enembe menyatakan siap mundur dari jabatannya, jika draft 14 dari Undang-Undang (UU) Otonomi Khusus Plus tidak diakomodir oleh Pemerintah Pusat.

"Kemarin UU Otsus sudah kita bicara keras. Pada saat harmonisasi dari kementerian dan lembaga lalu dibawa ke Departemen Hukum dan HAM, terjadi perubahan banyak, terutama pasal-pasal yang menyangkut bidang ekonomi, Perikanan, Kehutanan, Pertambangan. Saya sampaikan, kami datang dengan damai menyampaikan pasal-pasal krusial yang menyangkut politik sudah kita hapus sejak awal, kenapa pasal ekonomi yang kita perjuangkan terjadi perubahan banyak. Melihat itu, saya langsung kembalikan, buka baju, letakkan lambang garuda di depan Mendagri," kata Enembe dikutip tabloidjubi.com, Minggu (17/08/14).

"Jadi saya bilang, saya siap mundur kalau tidak mengakomodir aspirasi draft 14," kata Lukas Enembe di Jayapura, Papua.

Kepada media itu, Lukas menjelaskan, inti dari draft 14 ada 29 pasal strategis untuk pembangunan Papua, termasuk kehutanan, perikanan, dan pertambangan.

"Justru kita inginkan itu, sehingga orang bicara referendum kita potong, tujuannya kita bisa goalkan ini, tapi yang terjadi terbalik, makanya kita tidak sempat menjadi materi di PidatoPpresiden, karena saya berhentikan di Mendagri," ujarnya dengan nada kesal.

Lukas mengaku, tujuan dirinya ke Jakarta adalah untuk memparaf dan selanjutnya diserahkan ke Presiden untuk masuk dalam pidato kenegaraan.

"Saya berhentikan itu semua karena melihat semua pasal-pasal yang kita inginkan masih mengacu pada Jakarta. Termasuk bagi hasil dan pajak. Mereka kamuflase dengan kenaikan DAU dari dua persen menjadi empat persen, dana infrastruktur menjadi dua persen," jelasnya.

Menanggapi itu, Lukas menyampaikan, pihaknya datang ke Jakarta bukan untuk meminta adanya kenaikan DAU, tetapi yang diinginkan rakyat Papua adalah kewenangan.

"Jadi saya ribut-ribut di sana. Karena yang kita inginkan adalah kesejahteraan, sumber daya alam, ekonomi, kekayaan kita, laut kita, hutan kita, dan tambang kita dikelola sepenuhnya di Papua dan digunakan untuk kemajuan Papua, itu saja. Kita tidak minta merdeka," tukasnya.

Ditambahkan, menurut laporan dari tim asistensi pemerintah Papua yang ada di Jakarta, saat ini tim sudah membahas isi dari UU Otsus sampai pasal 222.

"Itu semua oke-oke, tapi saya sampaikan diatas pasal 222 itu pasal-pasal inti, pasal ekonomi harus hati-hati. Sampai sekarang masih dibahas, saya lihat mungkin banyak yang diserahkan ke staf-staf yang mungkin belum memahami Papua, jadi saya lihat itu staf yang kerjakan akhirnya para menteri tidak tahu juga, setelah kita bicara baru mereka tahu," ujar Lukas. (GE/Tabloidjubi.com/Admin/MS)
[/SPOILER]

KONTRA OTSUS PLUS PAPUA] Otonomi Khusus di Tanah Papua atau yang belakangan dikenal dengan istilah RUU Otonomi Khusus (Otsus) Plus, khususnya draft keduabelas dan draft ketigabelas, maka sebagai salah satu Advokat Senoir dan Pembela Hak Asasi Manusia di Tanah Papua, saya berani mendesak Gubernur Papua Lukas Enembe dan Gubernur Papua Barat Abraham Octavianus Atururi untuk segera kembali kepada amanat pasal 77 dan 78 Undang Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Propinsi Papua sebagaimana dirubah dengan Undang Undang Nomor 35 Tahun 2008.

Amanat pasal 77 UU Otsus Papua tersebut menyatakan : ..."Usul perubahan atas Undang Undang ini (UU Otsus Papua) dapat diajukan oleh rakyat Propinsi Papua (Papua Barat) melalui MRP dan DPRP/DPR PBatau Pemerintah sesuai dengan peraturan perundang-undangan".

Sedangkan pasal 78 UU tersebut berbunyi :..."Pelaksanaan UU ini (UU Otsus Plus) dievaluasi setiap tahun dan untuk pertama kalinya dilakukan pada akhir tahun ketiga sesudah UU ini berlaku".

Menurut saya, seharusnya kedua Gubernur yang terhormat di Tanah Papua ini sadar sungguh bahwa kedua draft UU yang telah dibawa dan diserahkan kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tersebut sama sekali tidak berakar dari masyarakat Papua, khususnya Orang Asli Papua.

Hal ini disebabkan karena hasrat pemerintah kedua propinsi di Tanah Papua tersebut untuk merubah Undang Undang Otsus Papua tidak memenuhi standar hukum yang bersifat konstitusional dan wajib sebagaimana diamanatkan di dalam pasal 77 dan 78 tersebut.

Demikian halnya juga dengan MRP di Tanah Papua yang sama sekali tidak mengerti tentang prosedur pembuatan sebuah produk hukum dan tidak menjadi lembaga yang menjadi representasi kultural Orang Asli Papua, guna memperjuangkan aspirasi mereka yang telah menyatakan Otsus Gagal, sehingga mendesak dilakukannya Dialog Damai yang difasilitasi oleh pihak ketiga yang netral.

RUU Pemerintahan Otonomi Khusus di Tanah Papua yang sudah diserahkan kepada Presiden dan jika sampai draft tersebut dipakai guna merumuskan Undang Undang sebagai pengganti UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otsus Papua, maka akhirnya akan menuai banyak sekali permohonan uji materil (judicial revieuw) terhadap sejumlah pasalnya di Mahkamah Konstitusi.

Selain itu, saya pikir pasti DPR RI tidak akan bisa menerima dan menyetujui RUU tersebut, karena insiatif perubahan atas UU Otsus Papua sama sekali tidak mencerminkan penghormatan terhadap mekanisme hukum konstitusi yang berlaku.

Apalagi UU Otsus Papua adalah UU pertama yang lahir sebagai implementasi dari hak inisiatif DPR RI pada tahun 2001 yang lalu, sehingga tentu jika ada ide merubahnya, maka seyogyanya harus melalui pembicaraan dengan DPR RI dan atau melibatkan mereka sejak awal.

Peace,

Yan Christian Warinussy

Direktur Eksekutif LP3BH Manokwari/Peraih Penghargaan Internasional di Bidang HAM "John Humphrey Freedom Award" Tahun 2005 dari Rights and Democracy di Canada/Anggota Steering Commitee Foker LSM se-Tanah Papua/Sekretaris Komisi HAM, Keadilan, Perdamaian dan Keutuhan Ciptaan Badan Pekerja Klasis GKI Manokwari.

KONTROVERSI ]
Nah disini gan yang mau ane tanyain, kalau agan agan ini setuju ga sama RUU OTSUS PLUS PAPUA buat disahkan DPR RI di Prolegnas 2015 ini ??
Mohon bantuan gan
[/SPOILER]

Mohon masukannya dari agan agan di Kaskus ya.. Demi Kedaulatan NKRI dan Tugas saya

Link: http://adf.ly/wXFey
FFFFFF

Blog Archive